Pages

Monday 13 April 2015

Jeritan Budak Dunia



Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Sebagian nyawa membisu di kesunyian. Sebagian lain merapal dzikir penyesalan di sepertiga malam. Lalu apa gunanya aku? Hanya tersenyum kecut menatap gumpalan alat shalat.

Inilah duniaku. Jiwa terlunta-lunta memanggil nama-Nya. Mengharap wajah Tuhan menoleh pada sajadahku.

Kuketuk pintu-Nya perlahan. Semoga ada celah yang terbuka untuk kumasuki. Lalu bagaimana jika aku diusir sebelum gerbang itu terbuka?
Ah, aku pengecut. Bertemu Maha cinta saja aku malu. Dengan pakaian seperti ini. Baju kemaksiatan yang selama ini membalut membuatku enggan menemui Tuhan.

Ud'unii astajiblakum! Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu!

Lalu Dia melanjutkan "... sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." Gafir : 60

Tamparan halus untukku. Saat aku menulis ayat ini Dialah yang menunjukkan. Seakan kematian begitu dekat di pelupuk mata. Lebih dekat dari urat leher yang menjalar sebagai sambungan nyawa.

Rabb ...?

Saturday 4 April 2015

Takdir Kematian

Mamah, Dinda, Bapak


Oleh : Dinda L Cahyani


Aku
Sebenarnya bukan menakuti
Pernah melihat sakaratul maut
Bukan dalam bayangan maya
Tentang gemelutuk rasa takut
Tentang mata mengabur
Tetang dunia yang menjauh

Bukan melalui cerita
Tapi tatapan nyata
Saat nadi-nadi mengeras
Samar-samar nyawa dicabut
Meringis menahan perih
Tak terbayangkan

Ayahku
Mengunci mulutnya rapatrapat
Bukan namaku yang disebut
Bukan pula nama Tuhan
Dia membisu
Asyhadu Allaa Ilaaha Illa Allah
Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah
Mereka menuntunnya

Perlahan tapi pasti
Terhempas
Tak lagi bernapas
Isak tangisan tak mengembalikan ruhnya

Malaikat merampas jiwa yang disayang
Mencabut nikmat kepemilikan dengan tanpa iba
Tak peduli darah dagingnya menyebut memanggil lirih
Aku yang berusia delapan tak lagi senang
Air mata menghilang diresap kain kafan

Bersama tanah merah
Takdir kematian mengawali sebutan
Aku anak yatim yang dicetuskan Tuhan

Bogor
28 Maret 2015

Satu 'Kita'



Oleh : Ad.N

Seorang bertanya
Kenapa harus terkotak?
Bukankah tujuan k i t a sama
Mengembalikan kehidupan islam nan jaya

Kita tidak membunuh akidah beda
Menyeret ide yang sama
Lalu menyulut ashobiyah
T'lah terbakar ukhuwah

Apa tubuh kita terpisah?
Tidak lagi merasa sakit pada luka
Menangis di mata berdua
'Kita' menjauh meskipun sejengkal

Laa rohata ba'dal yaum
Menggema di telinga
Namun,
Ego kita mengikat dosa
Bukan malah menyebar rahmat
Namun terjebak maksiat diri
Menilai rendah di luar harokah
Ah, mana itu umat yang satu

Allah
Ke mana kita berhenti
Berkumpul dalam satu mahsyar
Saling menghujat merasa benar
Apa naungan kasih didapat dengan berselisih

Otak kita bersaraf banyak
Meski pada satu tengkorak
Muncullah berbagai pendapat
Namun hati bukankah satu?

Dengan menyebut Allahu Ahad
Satu lidah, satu iman
satu 'kita'

Bogor
29 Maret 2015

Anak Negeri



Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Kaki kecil berlarian
Anak-anak terjajah
Di sudut kota menengadah
Seulas senyum di tangan

Rambu-rambu membisu
Merahasiakan rasa lapar
Harga diri tertampar
Meminta nilai seribu

Merogoh harapan
Pada sengat matahari
Lalu mimpimimpi bertebaran
Bercampur liar kesukaran

Satu, dua, tiga
Hitungan yang terlupa
Sepotong pensil tergeletak
Di bawah jembatan tua

Bogor 01.04.15

Sehangat Matahari

Taken by Dinda Lc @Cileungsi-Bogor




Oleh : Dinda L Cahyani

Apa harus kumeraih tanganmu
Pada pagi yang berembun
Mengucap kehangatan
Bersama matahari

Saat kau bangunkan aku dari lelap
Itulah tanda kepastian
Satu pagi mempertemukan janji
Kita

Bogor 01.04.2015

Untuk Satu



Oleh : Dinda Lindia Cahyani (Ad.N)

Tuhan bila aku
Tercipta hanya untuk satu
Maka hilangkan dua dan tiga
Aku tak mau bersandiwara

Lalu hapus semua
Memori masa lalunya
Pun milikku jua
Kami hanya ingin kami
Tercantum dalam sejarah

Hujan hanyutkanlah
Jejak-jejak yang tertinggal
Pada dua hati cinta
Cukup langkah kami saja

Bogor
02.04.15

DILARANG PLAGIAT!!!!!

Segores Tinta untuk Ibu Bapak

Oleh : Dinda L Cahyani


Ibu-Bapak
Izinkan penaku berkata
Menyebut sedikit dari miliaran makna
Tentang peluh-peluh usaha
Tuk jadikan aku berharga

Masa kecil kuteringat
Berdua, kalian memapahku
Mengajari langkah pertama
Menjejaki dunia keras nan fana
Sampai langkah terakhir aku bisa

Tangis nakal tak henti mengganggu
Pintaku sebanyak menit yang dimiliki
Namun
Kalian tak berhenti memuji jua memberi
Hingga ingin terealisasi pasti

Beranjak aku menapaki waktu
Malaikat masih mengaping di kedua sisi kanan-kiriku
Itu kalian yang menjelma cinta
Memupuk ruh dan jasad dengan ikhlas
Agar aku menjadi anak berkualitas nan tegas

Tak sedikit aku mengeluh
Membentak tanpa sadar bersalah
Membuat surgaku menjauh
Menyalahi apa yang diingini
Namun, samudera maaf tak habis terkuras kau kucurkan

Ridha Allah tersisip pada hati kalian
Dedoa menjadi keramat saat dilisankan
Tanpa restu, kesuksesan niscaya tertunda
Maka kalian adalah makna kasih
Yang memupus kegagalan dan mencipta langit harapan

Ibu-Bapak
Terimakasih untuk tidak menyerah
Tetap mempertahankanku
Terimakasih karena selalu mengalah
Menghapus ego hanya demi anakmu
Inilah segores tinta yang tak bisa membalas jasamu




07.03.15
Bogor, Indonesia

Percikan Subuh



Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Sentuhlah dengan hatimu
Untaian kisah dalam sabda
Pada cerita sapi betina
Yang disembah kaum Musa

Padahal Sudah jelas taurat terdahulu
Mengajarkan keesaan
Namun manusia terlalu ingkar
Mereka hanya mendengar, lalu menolak untuk taat

Pantas kesombongannya, dibalas kemurkaan demi kemurkaan
Lalu Tuhan, menancapkan kecintaan pada pilihannya.
Tersesat dan terlaknat
Tersesat dan terlaknat

87-93

Diuntai dari Bogor
02.04.15

Percikan Subuh


Oleh : Adin Neferu

Akhirat itu bukan hanya untuk seorang saja
Adalah yakin yang membuatmu tunduk
Lalu kematianlah membuatmu terbuka mata
Sedangkan kamu enggan menghadap maut tersebab dosa
Apatah sebuah ketamakan akan abadi?
Hingga seribu tahun kau mengabdi pada dunia
Jika sesal di akhir akan menjadi tiada guna
Lalu mengapa kau memusuhi Tuhan?
Memusuhi jibril dan juga Muhammad?
Lalu meraih tangan-tangan setan sebagai sekutu
Ah, rupanya memang kau telah hilang akal
Raib semua oleh sihir-sihir kefasikan
Kau tak akan beruntung, sebaliknya kau buntung
Mencelakakan diri lalu mengabaikan pahala yang bersumber dari Maha cinta
Aku masih menyulam rindu yang kupetik dari tangkai kalam-Nya. Masih yang sepercik cahaya pada surat Al-Baqarah

94-105

Bogor
03.04.15

Ini bukan terjemahan ayat-ayat, tapi terinspirasi dari isi yang saya baca.
Semoga bermanfaat dan membukakan pintu hatimu.

Inspirasi



Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Orang-orang kreatif itu akan selalu menjadi inspirasi

Bogor
04.04.15

Balada Pagi



Oleh : Dinda Lc (bukan lulusan cairo yo)


Hoaaahm. "Wah, air minum habis!" ucapku dalam hati. Pagi jadi sepet gini.

Sebenarnya sudah dari malam sadar akan hal tersebut, tapi toh malam hari malas keluar rumah, pun malas hanya untuk sekadar membukakan pintu untuk pengantar air galon. Biasanya 'delivery service'.

"Lari yuk?" Temanku Refni ketagihan setelah kemarin kuajak dia 'jogging' pagi di sekitar perumahan GNI.

 "Yuk!"

***

Capek!! Gini nih, kalau gak biasa berolahraga. Digerakkan sedikit saja badan sudah menggerutu. Padahal ada pepatah "mensana incorporesano" (bener gak tuh nulisnya) yang artinya dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sebenarnya aye kagak ngerti maknanya. Lanjoot.

"Eh, di rumah sudah tak ada air minum," sahutku pada Refni yang asik memainkan ponsel androidnya.

"Oh iya, beli pakai uang pribadi aja dulu."

Memang jatah air minum kita disediakan oleh kantor. Dua galon per minggu untuk lima orang. Kalau sebelum tempo sudah habis, kantor tetap membelikan. Hanya, sekarang libur, 30 ribu harus keluar dari saku pribadi. Tak apa nanti juga diganti. Asik, kan gue? hahah.

Libur oh libur. Malas masak setelah capek berolahraga. Sarapan instan ya dengan membeli bubur.

"Eh, di rumah kagak ada air. Kita bungkus aja nih air minum gratis." Ide dari si otak kepepet muncul saat kita sedang melahap bubur.

"Halah, kagak bawa Tuppy. Ya udah abis makan, minum aja yang banyak buat persediaan," ucapku jenius.

"Jadi kaya unta," sambungku.

Kami berdua tersenyum menyeringai. Ide jahat? Bukan, itu ide konyol. Hahah.

Bogor
04.04.15

Penulis Bukan Milik Pribadi

Penulis Bukan Milik Pribadi

Oleh : Dinda L Cahyani

Lepaskan aku saja
Tidak usah kau menggurui hatiku
Atau pena yang bertinta ide
Aku tahu mana wajah ikhlas
Meski tertutup sebuah pangkat

Tuhan saja membebaskan
Memilih
Bermimpi
Memberi akal sebagai bekal
Lalu aku melesat tanpa batas

Ini
Jeruji yang kau lingkarkan
Pada tubuh aksaraku
Kukembalikan dengan hormat
Aku paham tentang ideologi itu
Tapi aku tidak berniat menyatu
Jadi biarkan aku

Wah wah
Lihat aku
Sombong telah menempel di baju
Telah menyita perhatianmu
Tapi tenang
Aku sadar kemana aku kembali

Bangga itu adalah penghias
Jadi tak perlu kau was-was
Aku tahu mana tanah dan alas
Jadi sarungkan pedang penebas

Aku milik semua
Tapi bukan penghibur
Aku milik semua
Namun tak boleh kau sadur

Aku milik semua

Bogor
04.04.15