Pages

Monday 17 August 2015

Mengakui Kesalahan

Mengakui Kesalahan - Google Galery

Oleh : Dinda L Cahyani

Di depan sebuah rumah, seorang anak terisak. Perempuan setengah baya yang sedang menyapu di tengah rumah itu menghampirinya. Ternyata anaknya, Ardi, yang berusia lima tahun menangis tersedu-sedu sambil berjongkok memeluk lutut.
“Ardi, kenapa sayang?”
Ia tetap menangis dan tak mengacuhkan ibunya. Perempuan itu ikut berjongkok lalu mencoba membangunkan Ardi dan memeluknya.
“Cup, cup, cup, sini. Kenapa anak Ibu nangis?”
Ardi merangkul erat ibunya sambil terisak ia mengadu, “Bu, tadi Ardi tak sengaja merusakkan mainan Didi.”
“Kamu sudah minta maaf?” tanya ibunya tanpa melepaskan pelukan.
Dari gerakan kepala Ardi, perempuan itu tahu bahwa anaknya belum sempat meminta maaf. Dengan perlahan ia melepaskan Ardi dari pelukan dan menatap bola mata anaknya yang bening.
“Ibu antar untuk minta maaf ya?”
Ardi menggeleng.
“Loh, kok gitu?”
“Allah saja Maha Pemaaf, memangnya Ardi tidak mau dapat pahala dari Allah?”
Anak itu hanya bergeming.
“Kalau begitu, lebih baik kita telepon Ayah biar Ardi bisa langsung minta tolong sama Ayah untuk mengganti mainan teman Ardi yang rusak. Gimana?”
Ardi mengangguk penuh semangat. Lalu ibunya mengambil ponsel genggam dan menekan nomor tujuan. Setelah panggilan tersambung ia memberitahu perihal Ardi. Lalu menyerahkan ponsel genggam tersebut pada anaknya.
“Assalamualaikum Ardi.”
“Waalaikumsalam, Ayah.” Wajah Ardi berubah cerah saat mendengar suara Ayahnya dari seberang. “Ayah, Ardi gak sengaja ngerusak mainan Didi. Ardi mau minta maaf tapi tadi Didi keburu nangis.” Raut muka Ardi kembali mendung.
Namun Ayah berjanji akan mengganti mainan teman Ardi, dan anak itu pun berjanji akan meminta maaf.
“Ibu, kalau Ayah pulang bawa ganti mainan Didi, Ardi akan segera minta maaf dan Ardi pun bisa dapat pahala dari Allah. Iyakan, Bu?”
Ibunya hanya mengangguk dan tersenyum melihat Ardi yang antusias lagi untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.

TAMAT

Bekasi, 17 Agustus 2015 M / 2 Dzulqa’idah 1436 H 

Tulisan ini diikutkan dalam GA yang diadakan kaylamubara.blogspot.com bekerja sama dengan LovRinz Publishing.

Sunday 16 August 2015

Jadilah Sahabatku Lagi

Jadilah Sahabatku Lagi

Oleh : Dinda L Cahyani

Tiba-tiba, dunia menggelap. Matahari padam dan udara di sekitar berhenti menyebar, saat dia memilih untuk menjauhiku dan memiliki teman baru, pacarnya.

“Apa salahku?”

“Kau terlalu posesif. Aku tak nyaman dengan perlakuanmu selama jadi temanku.”

“Tapi itu karena aku menyayangimu seperti kau telah menjadi kakakku.”

“Sudahlah Mila, aku harap kau bisa punya teman yang lebih baik lagi.”

“Tidak ada.”

Aku menatap mata perempuan yang berdiri di hadapanku. Rambutnya yang pirang sepinggang tertiup angin. Ia menatap dengan memelas tepat di kedua bola mataku, seolah meminta agar aku melepaskannya. Ini semua hanya kemarahan sementara, karena aku telah mengganggu kencan di malam minggu Karla dan Boy. Namun, aku curiga saat ia menarik napas berat dan mengembuskan perlahan. Tak ada kata-kata yang diucapkan, hanya punggung yang semakin menjauh seakan memberi isyarat bahwa ia benar-benar lelah dengan persahabatan kami.

Karla tidak salah, aku menggeleng. Sedangkan tangan kanan mencengkram cangkir kopi dengan kuat. Ini semua gara-gara kehadiran Boy, si lelaki hidung belang. Sudah jelas lelaki itu tidak hanya mengencani Karla, tapi juga termasuk teman dekatnya; aku.

Malam semakin beranjak. Aku mengencangkan mantel bulu dan syal berwarna pink yang melilit di leher, agar terlindung dari gigitan angin kemarau. Tak sengaja tanganku menarik barang pemberian Karla, kalung persahabatan kami putus. Terlalu sayang jika ikatan ini berakhir sampai di sini. Malam ini juga aku harus meraih lagi tangan Karla dari Boy.

***
Darahku mendidih saat perempuan berambut pirang itu bersender di dada bidang Boy. Kenapa Karla lebih memilih lelaki yang baru tiga minggu dikenal daripada aku yang setahun telah menjaganya. Aku yang membunuh Nana si centil yang mendekati Boy, demi melindungi perasaan Karla. Pun seekor kucing yang melukai tangan Karla karena hendak ia gendong, telah aku kubur hidup-hidup. Dan hal lain yang membuatnya sedih, telah aku bereskan. Namun, sekarang Karla menganggap aku hanya sebagai benalu.

Waktu berjalan sempurna. Karla pergi ke arah toilet dan aku tak mengabaikan kesempatan untuk menemui Boy.

“Hai Boy.”

“Mila. Ada apa sayang?”

“Aku merindukanmu. Tapi aku harus buru-buru pergi sekarang. Temui aku jam sebelas malam ini di tempat biasa. Ada kejutan untukmu.”

Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Ujung kedua bibir kutarik membentuk sabit, lalu segera berlalu sebelum Karla kembali.

Angin meniup kobaran api dalam dada. Beberapa jam berlalu, aku masih dalam posisi mengintai kedua manusia yang duduk di bawah temaram bulan. Saat arlojiku menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, Boy berdiri dari tempat duduknya. Ia tampak sedang berpamitan pada Karla. Lalu mengecup keningnya dan berlalu.

***

Aku berdiri menghambur ke pelukan Boy dengan tangis yang sengaja kuledakkan. Mengadukan perihal Karla yang memutuskan persahabatan. Lelaki itu mengusap rambutku sambil mencoba menenangkan. Perlahan pelukanku melonggar. Kami duduk di kursi taman belakang kampus.

“Kau tahu Boy, Karla adalah sahabat yang kuanggap kakakku sendiri. Kita berteman cukup lama.”

“Iya, aku tahu. Namun, aku tak mengerti kenapa Karla semarah itu padamu.”

“Mungkin dia tahu kau juga mengencaniku.”

“Tidak. Bukan itu masalahnya.”

“Lalu?”

“Mungkin memang kau harus memberinya waktu.”

“Untuk bersamamu?”

“Tidak. Maksudku agar dia bisa berpikir bahwa kau teman terbaiknya.”

“Teman yang menjilat sahabatnya sendiri?”

“Sudahlah. Aku bisa menjadi sahabatmu juga Mila.”

“Tidak Boy. Persahabatan lelaki dengan perempuan itu berbeda.”

“Apanya yang beda?”

“Perempuan selalu membawa perasaannya dalam bersahabat. Sedangkan lelaki hanya mengandalkan logika.”

“Ah, aku juga punya perasaan.”

“Lalu kenapa kau menduakan Karla denganku?” Mataku menyorot tepat di kedua retina Boy. “Kalau begitu jauhi Karla. Maka kau menyelamatkan dua hati.”

“Lalu mencintaimu saja?” tantang Boy.

“Jauhi aku juga. Dengan itu Karla akan kembali menjadi sahabatku.”

“Aku menginginkan kalian berdua.”

“Kalau begitu, kau telah menyia-nyiakan hidupmu Boy, dengan menyakiti dua hati.”

Aku pun beranjak meninggalkan lelaki pengecut itu. Revolver yang tersembunyi di saku mantel bulu, aku genggam erat. Sebelum benar-benar pergi, Boy memanggil.

“Apa ini kejutan yang kau maksud, Mila?”

Aku berbalik sambil menyembuyikan tangan yang memegang senjata panas yang kusiapkan.

“Ada hal lain, namun aku tak jadi memberikannya.”

Ia mendekat. Tepat di hadapanku dia mencondongkan tubuh, meletakkan kepalanya tepat di sampingku lalu membisikkan sesuatu.

“Aku tahu apa yang akan kau lakukan.”

Bisikannya membuat bulu kudukku berdiri seketika. Waktu berjalan cepat saat suara tembakan terdengar melengking. Tubuh yang berdiri kokoh itu ambruk berlutut di hadapanku. Beberapa meter di depanku berdiri perempuan berambut sepinggang sedang mengangkat tangan kanan yang memegang pistol mengarah padaku. Ia berjalan pelan.

“Seharusnya kau katakan yang sebenarnya, bahwa lelaki seperti dia tidak pantas hidup.”

Sebelum Boy menarik pelatuk revolver yang dia arahkan kepadaku, Karla lebih cepat menembakkan peluru panasnya mengenai dada lelaki pengecut itu. Aku berhambur memeluk Karla dan menangis di pangkuannya. Tanpa ia sadar, revolver yang kusembunyikan sejak tadi telah mengarah padanya dari belakang punggung perempuan yang telah mengkhianati pengorbananku.

“Jadilah sahabatku lagi di dunia lain.”

Lengkingan tembakan menggema di angkasa. Peluru panas menembus tepat ke dadaku.

Bekasi, 16 Agustus 2015 / 1 Dzulqa’idah 1436 H

Saturday 15 August 2015

Tentang Indonesia



Indonesia - Google Galery


Oleh : Dinda Lindia Cahyani

70 Tahun Indonesia memproklamirkan dirinya telah merdeka dari penjajah-penjajah asing. Yah, saya mengakui bahwa tidak ada lagi bunyi peluru yang saling berdesing, kecuali gemuruh perut orang-orang lapar. Bukan karena negeri ini miskin bahan pokok, karena bukan hanya padi yang jadi nasi pokok, ada singkong menjadi roti sumbu khas Indonesia, ada ubi, bahkan yang lebih kekinian adalah daur ulang plastik pada makanan pokok pun mampu mengganjal perut yang keroncongan.

Jika mereka bilang Indonesia itu negeri yang subur, memanglah benar. Kenyataannya, sawah-sawah subur tergusur beralih pabrik-pabrik yang menjamur. Bukit-bukit yang hijau, dikeruk mesin-mesin penghancur. Ada lagi yang lebih subur dari itu, gadis-gadis Indonesia pun ikut menjadi donatur dengan melahirkan anak premature atau memilih melenyapkan dengan datang ke ahli penggugur. Gugur kandungan, subur kemaksiatan. Toh, mereka menanam benih sebelum disahkan penghulu saja sudah langsung menuai. Subur bukan?

Lalu Indonesia itu terkenal dengan keramahan penduduknya. Percaya? Ya harus! Toh, saat pembagian dana bantuan pemerintah tak ada yang gontok-gontokan sampai berebut sembako gratis. Tak ada nyawa yang harus menghilang karena terinjak pengantri bengis hanya karena selembar karcis nonton artis. Saat kemacetan melanda sebagian jalanan kota, tak ada bunyi klakson yang sompral dibunyikan. Makian kepada sesama pengemudi tidak pernah terlantunkan. Nah, ramah bukan?

Masih banyak hal tentang Indonesia, jika bercerita mengenai negeri ini , tak henti kisah yang tersembunyi di dalamnya dapat dituliskan. Seperti uang negara yang tersalurkan dengan baik kepada warga, toh tidak ada yang harus meminta sumbangan di jalan-jalan hanya untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Kita kan sudah punya kas negara, jika butuh untuk membangun generasi bangsa ya tinggal minta. Jadi, tak perlu ada mahasiswa Indonesia yang punya kemampuan jenius, harus mutasi ke luar negeri karena tak ada dana untuk menyelesaikan penelitian ilmiahnya. Karena Indonesia sudah kaya, karena Indonesia milik kita, para generasi bangsa.

Tentang Indonesia, tentu tentang kita.

Bekasi, 15 Agustus 2015

Sunday 9 August 2015

Lirik Ost. Surga Yang Tak Dirindukan

Lirik Lagu Ost. Surga Yang Tak Dirindukan
Singer : Krisdayanti
Song Writer : Melly G

SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


Segenap rasaku, jiwaku, hanya untuk engkau
Kita pun berakad, mengurai ikrar saling setia
Dan kini ada dia, mungkin Tuhan menguji aku
Namun bagaimana bila ikhlas tak hadir di hatiku

Pertama denganmu kuyakin engkau hanya untukku
Ku tak meminta cinta yang lebih, hanya ingin sakinah
Namun mengapa dia, kau undang ke istana kita
Perih hati ini, pudar harap mawaddah bersamamu

Merelakan cinta untuk dibagi
Tak semua hati siap berbagi
Mungkin bisa saja, hanya bila
Tuhan yang tahu

Akulah sayapmu yang kau butuhkan
Untuk nanti terbang ke surga Dia
Namun bukan ini…

Surga yang kurindukan


Thursday 6 August 2015

Bait untuk Matahari

MATAHARI



Oleh : DLC 

Kau melingkar sempurna
Di senja yang terabai manusia
Di perbatasan kesibukan
Menjingga hias cakrawala

Sayup-sayup semilir angin
Membisikkan kemarau usil
Mengeringkan selaput kulit
Melemahkan sayap-sayap pendapatan

Wabah-wabah penyakit menjangkit
Air mengucur semakin irit
Oh kemarau membuat petani galau
Penduduk bersuara parau

Kau yang memanaskan bumi
Tenggelam di ufuk rahasia
Terbit di sebagian benua
Kembali mengikis peluh-peluh pekerja

Duhai engkau yang naik ke titik nadir
Terbiasa menguapkan lautan
Menjadikannya kristal hujan
Sampaikanlah kepada Tuhan

Kau yang bertengger di mega
Lagi kami rindukan rerintik keberkahan
Namun bukan bah menakutkan
Sampaikanlah kepada Tuhan

Bekasi, 5 Agustus 2015

Wednesday 5 August 2015

Menjemput Cinta








Di dalam diam Ali berdoa dipertemukan dengan cintanya.
Meski sempat beberapa kali cemburu karena fatimah dipersunting sahabat lain.
Namun Allah tak pernah salah memasangkan jodoh, yang kau butuhkan hanya kesabaran, tawakal dan usaha.
Bukankah Ali juga berusaha menemui Rasulullah hanya dengan bermodalkan iman.
Setelah ketiga sahabat dengan kelebihannya masing-masing tertolak.
Namun Ali dengan kesederhanaannya diterima dengan sukacita.
Kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi, sampai kau mencoba.
Kau tak akan tahu seberapa ikhlas seseorang menerimamu, sampai kau akhirnya memintanya.

Sunday 2 August 2015

Ulasan Novel Pesantren Impian (Review)

PESANTREN IMPIAN


Ulasan (Review) Buku Pesantren Impian


Oleh : Dinda L Cahyani


Judul Buku                  : Pesantren Impian
Penulis                         : Asma Nadia
Penerbit                       : AsmaNadia Publishing House
Tahun Terbit                : Juli 2014 (Cetakan pertama), Agustus 2014 (Cetakan kedua dan ketiga)
Tebal Buku                  : vi & 314  halaman
Ukuran                        : 20 x 13 cm
ISBN                           : 978-602-9055-29-0
Jenis Cover                  : Soft Cover

Pesantren Impian!

Semua berawal dari undangan misterius terhadap 15 remaja putri dan putra. Mereka datang ke sebuah pondok rehabilitasi bernama Pesantren Impian, yang letaknya berada di Aceh. Sebuah tempat yang tidak ada dalam peta, dan tidak mudah terdeteksi oleh orang awam karena keterpencilannya.

Santri dan santriwati itu memiliki latar belakang kelam yang berbeda-beda, dan dari beberapa daerah yang berbeda di Indonesia. Yang menjadi sorotan utama adalah santriwati. Ada si kembar Sinta dan Santi, Rini, Ita, Iin, Sissy, Inong, Ina, Butet, Ipung, Eni, Sri, dan Yanti. Mereka mengawali kegiatan rehabilitasi dengan senang. Karena disuguhkan dengan fasilitas yang memadai. Bahkan mereka menjadi sangat dekat setelah beberapa bulan tinggal di pesantren, mengikuti setiap kegiatan untuk mengenal agamanya lebih dalam, dan lebih dekat kepada Tuhan-Nya.

Pemerkosaan yang menimpa Rini menimbulkan teka-teki atas siapa pelakunya. Bukan hanya merenggut kehormatan gadis itu, tapi juga beberapa kali sempat mencoba melenyapkan nyawanya dari muka bumi. Rini curiga pada orang dalam di keluarganya, tapi siapa? Yang jelas ada yang memegang kunci teka-teki itu.

Awalnya kegiatan di Pesantren Impian begitu menyenangkan, sampai berbagai kejadian menegangkan terjadi dan merubah keadaan. Santriwati menjadi khawatir setelah mengetahui bahwa di antara mereka terdapat seorang pembunuh. Disusul teror pembunuhan yang terjadi di sana.

Teror datang secara tiba-tiba, dan berhasil melenyapkan satu nyawa. Keamanan pesantren semakin diperketat agar tidak terjadi hal serupa. Namun, tanpa diketahui seseorang telah membobol gembok pengaman gerbang pesantren. Satu orang santriwati disergap dari belakang oleh seseorang. Karena lampu asrama yang gelap, ia tak sempat mengenali siapa yang mencoba menculiknya. Beruntung salah satu teman melihat kejadian itu. Butet mencoba melawan namun gagal. Kegaduhan itu mendatangkan warga pesantren untuk datang ke TKP. Kedua pelaku panik. Salah satu dari penjahat itu mengeluarkan sebilah pisau dan hendak menghunuskannya pada Butet. Bagaimana selanjutnya nasib Butet?
PESANTREN IMPIAN - ASMA NADIA

Tokoh utama yang disamarkan dengan sebutan si Gadis yang dicari-cari polisi sangat membuat penasaran. Siapa sebenarnya dia? Lalu rahasia apa yang disembunyikan Tengku Budiman? Akankah ada nyawa lain yang menjadi korban? Bagaimana misteri ini terpecahkan? Mampukah Pesantren Impian menjadi jembatan hidayah atau malah menjadi sebuah masalah baru bagi mereka?


Keseruan cerita ini hanya bisa dirasakan langsung dengan membacanya. Tunggu apa lagi? Saya rekomendasikan bagi para pembaca yang menyukai buku bergenre misteri.  

Untuk pembelian bisa langsung ke grup FB Asma Nadia klik di sini atau di website resminya di sini   
Add atau follow akun facebook saya di sini 
Salam Pembaca

DLC-Bekasi, 3 Agustus 2015



Saturday 1 August 2015

Aroma Rindu Hujan

HUJAN


Oleh : DLC


Edaran waktu setahun
Mengundang rindu pada rerintik
Aroma gersang semusim
Membuat jemu dedaun mengering

Tertatih, terseok, kaki-kaki menjejak
Berjalan di atas tanah yang retak
Membuta oleh debu nan resah
Mematung bersama kemarau
Katakan pada angin laut
Tiupkan awan kelabu
Yang mengucurkan air dari langit
Mendinginkan, pun penghilang dahaga
Alunan nada tetesan hujan
Menjadi simfoni penghibur luka
Menyembunyikan sebagian air mata
Yang jatuh karena kerinduan
Sampaikanlah …!
Agar hujan hadir tepat waktu
Kala debur rindu menggebu
Biar hilang sendu di kalbu


Bekasi, 1 Agustus 2015