Pages

Monday 30 November 2015

Perpisahan Bersama November

Long time no see, my beautiful blog. ^^
Ah, there's a problem with my heart and enthusiasm in writing. I just needed some injection to gain my spirit on it.
Today is the end of November, isn't it? it was very long time i didn't post here. :( Annoyed! Cause i left my time wasted away.

Nothing i should write, i just wanna say "Good Bye, November. I'm going to see you in the next year. Aameen." And tomorrow should be Desember, ah the time passed without compromise.

Annyeong haseo.
Sayonara
I'll miss you somehow
:(

Sunday 13 September 2015

Lomba Menulis Blog Tentang Perumahan CitraRaya


 Lomba Menulis Blog
Lomba CitraRaya


CitraRaya mengadakan lomba menulis blog yang menarik.Untuk keterangan simak lebih lanjut. 
Tema utama: ‘Perumahan Idaman di Tangerang, rumah nyaman, dan wisata tangerang’
Syarat dan ketentuan:
·         Peserta adalah WNI, berdomisili di wilayah Indonesia dan harus berusia 17 ke atas
·         Memiliki Blog platform apapun
·         Peserta diwajibkan mengisi formulir pendaftaran sebagai tanda keikutsertaan dalam kompetisi
·         Peserta berdomisili di wilayah Indonesia dan harus berusia 17+
·         Peserta harus memiliki akun facebook & twitter yang masih aktif
·         Peserta harus me-like fanpage facebook.com/CitraRaya dan follow twitter @CitraRaya_Eco
·         Share program ini ke facebook & twitter peserta
·         Peserta bebas menggunakan domain sendiri maupun blog, namun dilarang menggunakan domain atau subdomain yang sama dengan kata kunci
·         Peserta boleh mendaftarkan lebih dari 1 artikel, dengan syarat domain website atau blog harus beda (tidak boleh sama) dan jika menang hanya berhak atas 1 hadiah saja
·         Peserta wajib memasang badge CITRARAYA WRITING COMPETITION pada halaman artikel yang di daftarkan, dan beri link www.citraraya.com pada badge tersebut.
  • Tema utama (bukan judul) artikel adalah ‘Perumahan Idaman di Tangerang’ serta kata kunci pendukung ‘rumah nyaman’ dan ‘wisata tangerang’
  • Setiap tulisan / artikel dibuat minimal 500 kata dan maksimal 700 kata
  • Peserta boleh menggunakan image / materi yang terdapat pada website www.CitraRaya.com
  • Peserta diperbolehkan manambahkan data atau fakta lain dari luar website CitraRaya selama dianggap mendukung kualitas artikel
  • Peserta menjamin bahwa setiap image / materi yang digunakan memiliki hak publish dan memberikan hak kepada pihak penyelenggara atas penggunaan kembali image / materi tersebut
  • Dilarang mengisi content dengan kata kunci yang bersifat SARA, pornografi atau tindakan yang melanggar hukum dan tidak sesuai dengan tema kompetisi
  • Pelanggaran atas semua Peraturan Teknis ini akan dikenakan sanksi berupa diskualifikasi
  • Hasil karya yang di daftarkan menjadi hak milik penyelenggara
  • Program ini tidak diperuntukkan bagi karyawan CitraRaya
Penilaian 


·         kualitas
·         kreativitas
·         orisinalitas konten/artikel
·         desain website/web page/blog
Hadiah untuk pemenang:
·         Juara 1: Rp. 7.000.000,-
·         Juara 2: Rp. 5.000.000,-
·         Juara 3: Rp. 3.000.000,-
·         Hadiah hiburan: Rp. 5.000.000 untuk 5 kontestan
Contact Person:
·         081318757775
·         Twitter: @CitraRaya_Eco
·         FB: https://www.facebook.com/CitraRaya
·         Web:  hhtp://www.citraraya.com
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Kompetisi atau Lomba menulis blog mengenai Perumahan CitraRaya Tangerang dengan total hadiah 20 juta rupiah silahkan kunjungi halaman ini.




Saturday 12 September 2015

Eksistensi Diri

Eksistensi Diri





Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Jika aku masih di sini, apakah angin masih berembus?
Jika aku memaku diri dengan jasad sepi, apakah hujan akan kembali jatuh?
Aku memang tak berarti, namun hanya bagi mayat-mayat yang menghadapkan jiwa pada Tuhan
Sedangkan, harpa kehidupan masih terus dipetik
Namun ego tak mau terusik
Untuk hidupku yang menjadi benalu, mengelupaslah sampai kulit-kulit kemalasan bermetamorfosa semangat
Apa yang terjadi jika putus asa membunuh iman-iman di dada?
Lalu eksistensi masih dikejar padahal napas t'lah berhenti?
Bagiku, semua tiada pasti
Hanya janji Tuhan, bahwa kiamat  hakiki terjadi
Membumihanguskan asa dan juga nyawa

Bekasi, 12 September 2015 / 28 Dzulqa'idah 1436 H

Aku Bulan, Kau Matahari

Aku Bulan, Kau Matahari


Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Aku hanya bulan
Bersinar dari cahaya pinjaman
Tersenyum saat malam, penuh kepalsuan
Sejatinya aku kelam; muram
Kau matahari!
Sumber senyum yang kubagi
Terkadang menutupiku sempurna
Membuat kegelapan seutuhnya aku hina, gerhana
Saat siang menjelang
Kau bertengger di dahan-dahan Tuhan
Tak mampu kupandang, kau silau
Meski awan kelabu membelenggu, kau tersenyum di baliknya.
Aku bulan, kau matahari
Aku dipuji-puji tuan yang sedang merindu; pilu
Sedangkan kau dipuja-puja semangat menggebu
Pada fajar pagi, dan senja
Kita mungkin bersatu, namun menjadi gelap
Aku bulan, kau matahari
Tanpamu aku lenyap


Bekasi, 28 Dzulqa’idah 1436 H / 12 September 2015 M



Musibah di Mekkah, Alat Berat Jatuh; Kurang Lebih 107 orang Meninggal, 203 Orang Terluka






Oleh : Dinda Lindia Cahyani

27 Dzulqa’idah 1436 H/ 11 September 2015, telah terjadi musibah yang menggemparkan seluruh dunia. Kejadian jatuhnya alat berat di sekitar Masjidil Haram menyebabkan kurang lebih 107 jama’ah haji meninggal dan 203 orang luka-luka.

Friday 11 September 2015

Kekeringan Melanda Cibarusah

Kekeringan di Cibarusah
 Kekeringan Melanda Cibarusah
Oleh : Dinda Lindia Cahyani
Jika diperhitungkan mungkin sudah sekitar tiga bulan kabupaten Cibarusah dilanda kekeringan. Ternyata, air adalah sumber utama melimpahnya rezeki bagi sebagian warga Cibarusah, Bekasi. Sekitar dari bulan Juli sampai September ini, hujan belum juga membasahi tanah para petani. Membuat ekonomi menjadi lumpuh.
Petani yang biasanya mendapatkan hasil panen yang melimpah, menjadi gagal total. Padahal modal keluar berjuta-juta. Meskipun sebagian petani ada yang mendapatkan hasil, tak seperti saat musim hujan yang untuk mengairi sawah pun mudah. Sungai-sungai kering, sawah-sawah juga ikut kekeringan. Bukan hanya itu, beberapa ternak milik warga juga mati disebabkan rumput-rumput tak tumbuh menghijau.
Air untuk kebutuhan sehari-hari saja susah. Bukan hanya karena sumurnya yang kering, tapi juga karena air yang mengalir itu kotor seperti mengandung unsur besi berkarat dan juga lumpur. Air bersih sangat sulit didapat. Terkadang ada beberapa lembaga yang memberikan bantuan air bersih. Namun, tetap saja tak bisa diperoleh setiap hari. Sedangkan kebutuhan memasak dan mencuci itu pasti relatif sering dilakukan warga. Warga yang menggunakan air dari PDAM juga terkadang mengeluh karena air tak selalu lancar mengalir.
Inilah ujian Allah, apakah kita masih bisa bersyukur? Atau malah marah-marah mendakwa Tuhan. Mungkin selain ujian, bisa jadi ini teguran. Agar kita senantiasa bersyukur dalam kondisi apapun. Terkadang saat Allah melimpahkan rezeki dari langit dan bumi, manusia sering lupa untuk menunaikan kewajibannya. Berzakat.
Allahlah yang mencurahkan air dari langit :
“Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih. [48]. Agar (dengan air itu) Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus), dan Kami memberi minum kepada sebagian apa yang telah Kami ciptakan, (berupa) hewan-hewan ternak dan manusia yang banyak. [49]. Dan sungguh, Kami telah mempergilirkan (hujan) itu di antara mereka agar mereka mengambil pelajaran; tetapi kebanyakan manusia tidak mau (bersyukur), bahkan mereka mengingkari (nikmat).” QS. Al-Furqan.
Semoga ini bisa mengingatkan. Dalam kondisi apapun kita harus selalu bersyukur agar tidak kufur akan nikmat. Allahu a’lam.
Bekasi, 28 Dzulqa’idah 1436 H / 11 Septermber 2015





Cibarusah, Bekasi - Kekeringan

Kekeringan melanda beberapa daerah

Monday 17 August 2015

Mengakui Kesalahan

Mengakui Kesalahan - Google Galery

Oleh : Dinda L Cahyani

Di depan sebuah rumah, seorang anak terisak. Perempuan setengah baya yang sedang menyapu di tengah rumah itu menghampirinya. Ternyata anaknya, Ardi, yang berusia lima tahun menangis tersedu-sedu sambil berjongkok memeluk lutut.
“Ardi, kenapa sayang?”
Ia tetap menangis dan tak mengacuhkan ibunya. Perempuan itu ikut berjongkok lalu mencoba membangunkan Ardi dan memeluknya.
“Cup, cup, cup, sini. Kenapa anak Ibu nangis?”
Ardi merangkul erat ibunya sambil terisak ia mengadu, “Bu, tadi Ardi tak sengaja merusakkan mainan Didi.”
“Kamu sudah minta maaf?” tanya ibunya tanpa melepaskan pelukan.
Dari gerakan kepala Ardi, perempuan itu tahu bahwa anaknya belum sempat meminta maaf. Dengan perlahan ia melepaskan Ardi dari pelukan dan menatap bola mata anaknya yang bening.
“Ibu antar untuk minta maaf ya?”
Ardi menggeleng.
“Loh, kok gitu?”
“Allah saja Maha Pemaaf, memangnya Ardi tidak mau dapat pahala dari Allah?”
Anak itu hanya bergeming.
“Kalau begitu, lebih baik kita telepon Ayah biar Ardi bisa langsung minta tolong sama Ayah untuk mengganti mainan teman Ardi yang rusak. Gimana?”
Ardi mengangguk penuh semangat. Lalu ibunya mengambil ponsel genggam dan menekan nomor tujuan. Setelah panggilan tersambung ia memberitahu perihal Ardi. Lalu menyerahkan ponsel genggam tersebut pada anaknya.
“Assalamualaikum Ardi.”
“Waalaikumsalam, Ayah.” Wajah Ardi berubah cerah saat mendengar suara Ayahnya dari seberang. “Ayah, Ardi gak sengaja ngerusak mainan Didi. Ardi mau minta maaf tapi tadi Didi keburu nangis.” Raut muka Ardi kembali mendung.
Namun Ayah berjanji akan mengganti mainan teman Ardi, dan anak itu pun berjanji akan meminta maaf.
“Ibu, kalau Ayah pulang bawa ganti mainan Didi, Ardi akan segera minta maaf dan Ardi pun bisa dapat pahala dari Allah. Iyakan, Bu?”
Ibunya hanya mengangguk dan tersenyum melihat Ardi yang antusias lagi untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.

TAMAT

Bekasi, 17 Agustus 2015 M / 2 Dzulqa’idah 1436 H 

Tulisan ini diikutkan dalam GA yang diadakan kaylamubara.blogspot.com bekerja sama dengan LovRinz Publishing.

Sunday 16 August 2015

Jadilah Sahabatku Lagi

Jadilah Sahabatku Lagi

Oleh : Dinda L Cahyani

Tiba-tiba, dunia menggelap. Matahari padam dan udara di sekitar berhenti menyebar, saat dia memilih untuk menjauhiku dan memiliki teman baru, pacarnya.

“Apa salahku?”

“Kau terlalu posesif. Aku tak nyaman dengan perlakuanmu selama jadi temanku.”

“Tapi itu karena aku menyayangimu seperti kau telah menjadi kakakku.”

“Sudahlah Mila, aku harap kau bisa punya teman yang lebih baik lagi.”

“Tidak ada.”

Aku menatap mata perempuan yang berdiri di hadapanku. Rambutnya yang pirang sepinggang tertiup angin. Ia menatap dengan memelas tepat di kedua bola mataku, seolah meminta agar aku melepaskannya. Ini semua hanya kemarahan sementara, karena aku telah mengganggu kencan di malam minggu Karla dan Boy. Namun, aku curiga saat ia menarik napas berat dan mengembuskan perlahan. Tak ada kata-kata yang diucapkan, hanya punggung yang semakin menjauh seakan memberi isyarat bahwa ia benar-benar lelah dengan persahabatan kami.

Karla tidak salah, aku menggeleng. Sedangkan tangan kanan mencengkram cangkir kopi dengan kuat. Ini semua gara-gara kehadiran Boy, si lelaki hidung belang. Sudah jelas lelaki itu tidak hanya mengencani Karla, tapi juga termasuk teman dekatnya; aku.

Malam semakin beranjak. Aku mengencangkan mantel bulu dan syal berwarna pink yang melilit di leher, agar terlindung dari gigitan angin kemarau. Tak sengaja tanganku menarik barang pemberian Karla, kalung persahabatan kami putus. Terlalu sayang jika ikatan ini berakhir sampai di sini. Malam ini juga aku harus meraih lagi tangan Karla dari Boy.

***
Darahku mendidih saat perempuan berambut pirang itu bersender di dada bidang Boy. Kenapa Karla lebih memilih lelaki yang baru tiga minggu dikenal daripada aku yang setahun telah menjaganya. Aku yang membunuh Nana si centil yang mendekati Boy, demi melindungi perasaan Karla. Pun seekor kucing yang melukai tangan Karla karena hendak ia gendong, telah aku kubur hidup-hidup. Dan hal lain yang membuatnya sedih, telah aku bereskan. Namun, sekarang Karla menganggap aku hanya sebagai benalu.

Waktu berjalan sempurna. Karla pergi ke arah toilet dan aku tak mengabaikan kesempatan untuk menemui Boy.

“Hai Boy.”

“Mila. Ada apa sayang?”

“Aku merindukanmu. Tapi aku harus buru-buru pergi sekarang. Temui aku jam sebelas malam ini di tempat biasa. Ada kejutan untukmu.”

Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Ujung kedua bibir kutarik membentuk sabit, lalu segera berlalu sebelum Karla kembali.

Angin meniup kobaran api dalam dada. Beberapa jam berlalu, aku masih dalam posisi mengintai kedua manusia yang duduk di bawah temaram bulan. Saat arlojiku menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, Boy berdiri dari tempat duduknya. Ia tampak sedang berpamitan pada Karla. Lalu mengecup keningnya dan berlalu.

***

Aku berdiri menghambur ke pelukan Boy dengan tangis yang sengaja kuledakkan. Mengadukan perihal Karla yang memutuskan persahabatan. Lelaki itu mengusap rambutku sambil mencoba menenangkan. Perlahan pelukanku melonggar. Kami duduk di kursi taman belakang kampus.

“Kau tahu Boy, Karla adalah sahabat yang kuanggap kakakku sendiri. Kita berteman cukup lama.”

“Iya, aku tahu. Namun, aku tak mengerti kenapa Karla semarah itu padamu.”

“Mungkin dia tahu kau juga mengencaniku.”

“Tidak. Bukan itu masalahnya.”

“Lalu?”

“Mungkin memang kau harus memberinya waktu.”

“Untuk bersamamu?”

“Tidak. Maksudku agar dia bisa berpikir bahwa kau teman terbaiknya.”

“Teman yang menjilat sahabatnya sendiri?”

“Sudahlah. Aku bisa menjadi sahabatmu juga Mila.”

“Tidak Boy. Persahabatan lelaki dengan perempuan itu berbeda.”

“Apanya yang beda?”

“Perempuan selalu membawa perasaannya dalam bersahabat. Sedangkan lelaki hanya mengandalkan logika.”

“Ah, aku juga punya perasaan.”

“Lalu kenapa kau menduakan Karla denganku?” Mataku menyorot tepat di kedua retina Boy. “Kalau begitu jauhi Karla. Maka kau menyelamatkan dua hati.”

“Lalu mencintaimu saja?” tantang Boy.

“Jauhi aku juga. Dengan itu Karla akan kembali menjadi sahabatku.”

“Aku menginginkan kalian berdua.”

“Kalau begitu, kau telah menyia-nyiakan hidupmu Boy, dengan menyakiti dua hati.”

Aku pun beranjak meninggalkan lelaki pengecut itu. Revolver yang tersembunyi di saku mantel bulu, aku genggam erat. Sebelum benar-benar pergi, Boy memanggil.

“Apa ini kejutan yang kau maksud, Mila?”

Aku berbalik sambil menyembuyikan tangan yang memegang senjata panas yang kusiapkan.

“Ada hal lain, namun aku tak jadi memberikannya.”

Ia mendekat. Tepat di hadapanku dia mencondongkan tubuh, meletakkan kepalanya tepat di sampingku lalu membisikkan sesuatu.

“Aku tahu apa yang akan kau lakukan.”

Bisikannya membuat bulu kudukku berdiri seketika. Waktu berjalan cepat saat suara tembakan terdengar melengking. Tubuh yang berdiri kokoh itu ambruk berlutut di hadapanku. Beberapa meter di depanku berdiri perempuan berambut sepinggang sedang mengangkat tangan kanan yang memegang pistol mengarah padaku. Ia berjalan pelan.

“Seharusnya kau katakan yang sebenarnya, bahwa lelaki seperti dia tidak pantas hidup.”

Sebelum Boy menarik pelatuk revolver yang dia arahkan kepadaku, Karla lebih cepat menembakkan peluru panasnya mengenai dada lelaki pengecut itu. Aku berhambur memeluk Karla dan menangis di pangkuannya. Tanpa ia sadar, revolver yang kusembunyikan sejak tadi telah mengarah padanya dari belakang punggung perempuan yang telah mengkhianati pengorbananku.

“Jadilah sahabatku lagi di dunia lain.”

Lengkingan tembakan menggema di angkasa. Peluru panas menembus tepat ke dadaku.

Bekasi, 16 Agustus 2015 / 1 Dzulqa’idah 1436 H

Saturday 15 August 2015

Tentang Indonesia



Indonesia - Google Galery


Oleh : Dinda Lindia Cahyani

70 Tahun Indonesia memproklamirkan dirinya telah merdeka dari penjajah-penjajah asing. Yah, saya mengakui bahwa tidak ada lagi bunyi peluru yang saling berdesing, kecuali gemuruh perut orang-orang lapar. Bukan karena negeri ini miskin bahan pokok, karena bukan hanya padi yang jadi nasi pokok, ada singkong menjadi roti sumbu khas Indonesia, ada ubi, bahkan yang lebih kekinian adalah daur ulang plastik pada makanan pokok pun mampu mengganjal perut yang keroncongan.

Jika mereka bilang Indonesia itu negeri yang subur, memanglah benar. Kenyataannya, sawah-sawah subur tergusur beralih pabrik-pabrik yang menjamur. Bukit-bukit yang hijau, dikeruk mesin-mesin penghancur. Ada lagi yang lebih subur dari itu, gadis-gadis Indonesia pun ikut menjadi donatur dengan melahirkan anak premature atau memilih melenyapkan dengan datang ke ahli penggugur. Gugur kandungan, subur kemaksiatan. Toh, mereka menanam benih sebelum disahkan penghulu saja sudah langsung menuai. Subur bukan?

Lalu Indonesia itu terkenal dengan keramahan penduduknya. Percaya? Ya harus! Toh, saat pembagian dana bantuan pemerintah tak ada yang gontok-gontokan sampai berebut sembako gratis. Tak ada nyawa yang harus menghilang karena terinjak pengantri bengis hanya karena selembar karcis nonton artis. Saat kemacetan melanda sebagian jalanan kota, tak ada bunyi klakson yang sompral dibunyikan. Makian kepada sesama pengemudi tidak pernah terlantunkan. Nah, ramah bukan?

Masih banyak hal tentang Indonesia, jika bercerita mengenai negeri ini , tak henti kisah yang tersembunyi di dalamnya dapat dituliskan. Seperti uang negara yang tersalurkan dengan baik kepada warga, toh tidak ada yang harus meminta sumbangan di jalan-jalan hanya untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Kita kan sudah punya kas negara, jika butuh untuk membangun generasi bangsa ya tinggal minta. Jadi, tak perlu ada mahasiswa Indonesia yang punya kemampuan jenius, harus mutasi ke luar negeri karena tak ada dana untuk menyelesaikan penelitian ilmiahnya. Karena Indonesia sudah kaya, karena Indonesia milik kita, para generasi bangsa.

Tentang Indonesia, tentu tentang kita.

Bekasi, 15 Agustus 2015

Sunday 9 August 2015

Lirik Ost. Surga Yang Tak Dirindukan

Lirik Lagu Ost. Surga Yang Tak Dirindukan
Singer : Krisdayanti
Song Writer : Melly G

SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


Segenap rasaku, jiwaku, hanya untuk engkau
Kita pun berakad, mengurai ikrar saling setia
Dan kini ada dia, mungkin Tuhan menguji aku
Namun bagaimana bila ikhlas tak hadir di hatiku

Pertama denganmu kuyakin engkau hanya untukku
Ku tak meminta cinta yang lebih, hanya ingin sakinah
Namun mengapa dia, kau undang ke istana kita
Perih hati ini, pudar harap mawaddah bersamamu

Merelakan cinta untuk dibagi
Tak semua hati siap berbagi
Mungkin bisa saja, hanya bila
Tuhan yang tahu

Akulah sayapmu yang kau butuhkan
Untuk nanti terbang ke surga Dia
Namun bukan ini…

Surga yang kurindukan


Thursday 6 August 2015

Bait untuk Matahari

MATAHARI



Oleh : DLC 

Kau melingkar sempurna
Di senja yang terabai manusia
Di perbatasan kesibukan
Menjingga hias cakrawala

Sayup-sayup semilir angin
Membisikkan kemarau usil
Mengeringkan selaput kulit
Melemahkan sayap-sayap pendapatan

Wabah-wabah penyakit menjangkit
Air mengucur semakin irit
Oh kemarau membuat petani galau
Penduduk bersuara parau

Kau yang memanaskan bumi
Tenggelam di ufuk rahasia
Terbit di sebagian benua
Kembali mengikis peluh-peluh pekerja

Duhai engkau yang naik ke titik nadir
Terbiasa menguapkan lautan
Menjadikannya kristal hujan
Sampaikanlah kepada Tuhan

Kau yang bertengger di mega
Lagi kami rindukan rerintik keberkahan
Namun bukan bah menakutkan
Sampaikanlah kepada Tuhan

Bekasi, 5 Agustus 2015

Wednesday 5 August 2015

Menjemput Cinta








Di dalam diam Ali berdoa dipertemukan dengan cintanya.
Meski sempat beberapa kali cemburu karena fatimah dipersunting sahabat lain.
Namun Allah tak pernah salah memasangkan jodoh, yang kau butuhkan hanya kesabaran, tawakal dan usaha.
Bukankah Ali juga berusaha menemui Rasulullah hanya dengan bermodalkan iman.
Setelah ketiga sahabat dengan kelebihannya masing-masing tertolak.
Namun Ali dengan kesederhanaannya diterima dengan sukacita.
Kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi, sampai kau mencoba.
Kau tak akan tahu seberapa ikhlas seseorang menerimamu, sampai kau akhirnya memintanya.

Sunday 2 August 2015

Ulasan Novel Pesantren Impian (Review)

PESANTREN IMPIAN


Ulasan (Review) Buku Pesantren Impian


Oleh : Dinda L Cahyani


Judul Buku                  : Pesantren Impian
Penulis                         : Asma Nadia
Penerbit                       : AsmaNadia Publishing House
Tahun Terbit                : Juli 2014 (Cetakan pertama), Agustus 2014 (Cetakan kedua dan ketiga)
Tebal Buku                  : vi & 314  halaman
Ukuran                        : 20 x 13 cm
ISBN                           : 978-602-9055-29-0
Jenis Cover                  : Soft Cover

Pesantren Impian!

Semua berawal dari undangan misterius terhadap 15 remaja putri dan putra. Mereka datang ke sebuah pondok rehabilitasi bernama Pesantren Impian, yang letaknya berada di Aceh. Sebuah tempat yang tidak ada dalam peta, dan tidak mudah terdeteksi oleh orang awam karena keterpencilannya.

Santri dan santriwati itu memiliki latar belakang kelam yang berbeda-beda, dan dari beberapa daerah yang berbeda di Indonesia. Yang menjadi sorotan utama adalah santriwati. Ada si kembar Sinta dan Santi, Rini, Ita, Iin, Sissy, Inong, Ina, Butet, Ipung, Eni, Sri, dan Yanti. Mereka mengawali kegiatan rehabilitasi dengan senang. Karena disuguhkan dengan fasilitas yang memadai. Bahkan mereka menjadi sangat dekat setelah beberapa bulan tinggal di pesantren, mengikuti setiap kegiatan untuk mengenal agamanya lebih dalam, dan lebih dekat kepada Tuhan-Nya.

Pemerkosaan yang menimpa Rini menimbulkan teka-teki atas siapa pelakunya. Bukan hanya merenggut kehormatan gadis itu, tapi juga beberapa kali sempat mencoba melenyapkan nyawanya dari muka bumi. Rini curiga pada orang dalam di keluarganya, tapi siapa? Yang jelas ada yang memegang kunci teka-teki itu.

Awalnya kegiatan di Pesantren Impian begitu menyenangkan, sampai berbagai kejadian menegangkan terjadi dan merubah keadaan. Santriwati menjadi khawatir setelah mengetahui bahwa di antara mereka terdapat seorang pembunuh. Disusul teror pembunuhan yang terjadi di sana.

Teror datang secara tiba-tiba, dan berhasil melenyapkan satu nyawa. Keamanan pesantren semakin diperketat agar tidak terjadi hal serupa. Namun, tanpa diketahui seseorang telah membobol gembok pengaman gerbang pesantren. Satu orang santriwati disergap dari belakang oleh seseorang. Karena lampu asrama yang gelap, ia tak sempat mengenali siapa yang mencoba menculiknya. Beruntung salah satu teman melihat kejadian itu. Butet mencoba melawan namun gagal. Kegaduhan itu mendatangkan warga pesantren untuk datang ke TKP. Kedua pelaku panik. Salah satu dari penjahat itu mengeluarkan sebilah pisau dan hendak menghunuskannya pada Butet. Bagaimana selanjutnya nasib Butet?
PESANTREN IMPIAN - ASMA NADIA

Tokoh utama yang disamarkan dengan sebutan si Gadis yang dicari-cari polisi sangat membuat penasaran. Siapa sebenarnya dia? Lalu rahasia apa yang disembunyikan Tengku Budiman? Akankah ada nyawa lain yang menjadi korban? Bagaimana misteri ini terpecahkan? Mampukah Pesantren Impian menjadi jembatan hidayah atau malah menjadi sebuah masalah baru bagi mereka?


Keseruan cerita ini hanya bisa dirasakan langsung dengan membacanya. Tunggu apa lagi? Saya rekomendasikan bagi para pembaca yang menyukai buku bergenre misteri.  

Untuk pembelian bisa langsung ke grup FB Asma Nadia klik di sini atau di website resminya di sini   
Add atau follow akun facebook saya di sini 
Salam Pembaca

DLC-Bekasi, 3 Agustus 2015



Saturday 1 August 2015

Aroma Rindu Hujan

HUJAN


Oleh : DLC


Edaran waktu setahun
Mengundang rindu pada rerintik
Aroma gersang semusim
Membuat jemu dedaun mengering

Tertatih, terseok, kaki-kaki menjejak
Berjalan di atas tanah yang retak
Membuta oleh debu nan resah
Mematung bersama kemarau
Katakan pada angin laut
Tiupkan awan kelabu
Yang mengucurkan air dari langit
Mendinginkan, pun penghilang dahaga
Alunan nada tetesan hujan
Menjadi simfoni penghibur luka
Menyembunyikan sebagian air mata
Yang jatuh karena kerinduan
Sampaikanlah …!
Agar hujan hadir tepat waktu
Kala debur rindu menggebu
Biar hilang sendu di kalbu


Bekasi, 1 Agustus 2015


Tuesday 14 July 2015

Terjerat Rindu



#Dukotu

Terjerat Rindu

Terpenjara oleh ingatan kepadamu
dalam ruang kalbu

Motivasi Mengejar Cita-cita






Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Kejarlah cita-cita setinggi langit
Agar kau bisa menjadi bintang
Yang kerlipnya bersinar sampai bumi

Tidak semua orang tahu saya. Saya bukan saudara dari motivator manapun. Keluarga pun tak memberikan warisan berupa label tersebut. Namun dari perjalanan hidup, dari segala sesuatu yang saya temukan dalam keseharian, saya bisa mengambil sesuatu yang mungkin bisa dibagi untuk semua. Baik itu bermanfaat untuk  pribadi, atau lebihnya bisa bermanfaat untuk semua kalangan. Gratis tanpa biaya sewa seorang motivator. It’s a great chance, yeah?

Sunday 12 July 2015

Korban Terakhir




Oleh : DLC

Dua buah pisau dapur menancap di bantal yang berlumuran darah. Bau amis menyeruak dalam ruangan 2x3 persegi.

"Kau tahu siapa yang akan menjadi korban selanjutnya?" tanya seorang wanita yang berjongkok di depan lelaki dengan mulut tersumpal dan tangan terikat. Matanya melotot.

Monday 13 April 2015

Jeritan Budak Dunia



Oleh : Dinda Lindia Cahyani

Sebagian nyawa membisu di kesunyian. Sebagian lain merapal dzikir penyesalan di sepertiga malam. Lalu apa gunanya aku? Hanya tersenyum kecut menatap gumpalan alat shalat.

Inilah duniaku. Jiwa terlunta-lunta memanggil nama-Nya. Mengharap wajah Tuhan menoleh pada sajadahku.

Kuketuk pintu-Nya perlahan. Semoga ada celah yang terbuka untuk kumasuki. Lalu bagaimana jika aku diusir sebelum gerbang itu terbuka?
Ah, aku pengecut. Bertemu Maha cinta saja aku malu. Dengan pakaian seperti ini. Baju kemaksiatan yang selama ini membalut membuatku enggan menemui Tuhan.

Ud'unii astajiblakum! Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu!

Lalu Dia melanjutkan "... sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." Gafir : 60

Tamparan halus untukku. Saat aku menulis ayat ini Dialah yang menunjukkan. Seakan kematian begitu dekat di pelupuk mata. Lebih dekat dari urat leher yang menjalar sebagai sambungan nyawa.

Rabb ...?

Saturday 4 April 2015

Takdir Kematian

Mamah, Dinda, Bapak


Oleh : Dinda L Cahyani


Aku
Sebenarnya bukan menakuti
Pernah melihat sakaratul maut
Bukan dalam bayangan maya
Tentang gemelutuk rasa takut
Tentang mata mengabur
Tetang dunia yang menjauh

Bukan melalui cerita
Tapi tatapan nyata
Saat nadi-nadi mengeras
Samar-samar nyawa dicabut
Meringis menahan perih
Tak terbayangkan

Ayahku
Mengunci mulutnya rapatrapat
Bukan namaku yang disebut
Bukan pula nama Tuhan
Dia membisu
Asyhadu Allaa Ilaaha Illa Allah
Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah
Mereka menuntunnya

Perlahan tapi pasti
Terhempas
Tak lagi bernapas
Isak tangisan tak mengembalikan ruhnya

Malaikat merampas jiwa yang disayang
Mencabut nikmat kepemilikan dengan tanpa iba
Tak peduli darah dagingnya menyebut memanggil lirih
Aku yang berusia delapan tak lagi senang
Air mata menghilang diresap kain kafan

Bersama tanah merah
Takdir kematian mengawali sebutan
Aku anak yatim yang dicetuskan Tuhan

Bogor
28 Maret 2015

Satu 'Kita'



Oleh : Ad.N

Seorang bertanya
Kenapa harus terkotak?
Bukankah tujuan k i t a sama
Mengembalikan kehidupan islam nan jaya

Kita tidak membunuh akidah beda
Menyeret ide yang sama
Lalu menyulut ashobiyah
T'lah terbakar ukhuwah

Apa tubuh kita terpisah?
Tidak lagi merasa sakit pada luka
Menangis di mata berdua
'Kita' menjauh meskipun sejengkal

Laa rohata ba'dal yaum
Menggema di telinga
Namun,
Ego kita mengikat dosa
Bukan malah menyebar rahmat
Namun terjebak maksiat diri
Menilai rendah di luar harokah
Ah, mana itu umat yang satu

Allah
Ke mana kita berhenti
Berkumpul dalam satu mahsyar
Saling menghujat merasa benar
Apa naungan kasih didapat dengan berselisih

Otak kita bersaraf banyak
Meski pada satu tengkorak
Muncullah berbagai pendapat
Namun hati bukankah satu?

Dengan menyebut Allahu Ahad
Satu lidah, satu iman
satu 'kita'

Bogor
29 Maret 2015